![]() |
"Tokoh Nahdatul Ulama (NU) ketika menemui Presiden Israel Beberapa waktu yang lalu"/Foto : Sindo News |
RADARDETIK.ID - Pertemuan antara Presiden Israel Isaac Herzog dan lima cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU) di Yerusalem Barat awal Juli ini tidak dibicarakan oleh Presiden Joko Widodo. Pengamat mempertanyakan persepsi publik tentang sikap resmi pemerintah Indonesia tentang konflik Israel-Palestina karena lawatan itu.
"Tolong ditanyakan ke PBNU. Dan Indonesia akan selalu ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Itu yang terus kita pegang,", Ucapnya.
Ini adalah jawaban tegas Jokowi saat ditanya oleh wartawan tentang pendapatnya tentang lawatan lima akademisi dari Nahdlatul Ulama ke Israel. Selasa, 16 Juli, Presiden berpidato di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, sebelum melakukan perjalanan ke Uni Emirat Arab (UEA).
Lima cendekiawan muda dari Nahdlatul Ulama (NU) termasuk Dr. Zainul Maarif, dosen di Universitas Nadhlatul Ulama Indonesia; Munawar Aziz, kolumnis dan peneliti yang berfokus pada kajian Tionghoa Nusantara dan antisemitisme di Asia Tenggara; Nurul Bahlul Ulum, Communication Officer Australia – Indonesia Muslim Exchange Program (AIMEP) dan Australia – Asean Muslim Exchange Program (AAMEP); Izza Annafisah, aktivis Fatayat NU; dan Syukron Makmun, anggota NU dari Banten.
Meskipun lawatan itu mengejutkan beberapa warga Indonesia, menurut Rizky Ramadhan, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, tidak ada yang salah dengan lawatan itu.
Saya tidak mengetahui topik utama yang dibahas dalam pertemuan, tetapi dari situ saya mengharapkan bahwa Indonesia dapat menyampaikan keinginan atau aspirasi kepada Presiden Israel untuk menghentikan eskalasi konflik terhadap masyarakat Palestina. Rizky berkata, "Ini (seperti) jalur diplomasi tidak resmi Indonesia untuk menyampaikan atau mendeliver hal tersebut."
Rizky menyatakan bahwa PBNU, organisasi kemasyarakatan (ormas) berbasis agama, memiliki kebebasan berkomunikasi dengan siapa pun. Selain itu, PBNU telah menjadi lebih ramah terhadap umat beragama lain sejak masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid.
Saya berpendapat bahwa PBNU sendiri bukan organ pemerintah resmi yang ditugaskan oleh pemerintah Indonesia atau memiliki hubungan dengan pemerintah Indonesia. Menurutnya, mereka ormas dan tidak ada masalah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dampak lawatan itu juga besar. Orang-orang mungkin salah memahami situasi ini dengan mengira Indonesia mulai membuka diri pada Israel, seperti yang ditunjukkan oleh diplomasi tidak resmi dari sebuah ormas yang kuat di Indonesia.
Rizky mengatakan, "Meskipun dampak secara internasional, saya melihat ada potensi negara-negara yang selama ini melihat Indonesia berpihak kepada Palestina mungkin akan sedikit mempertanyakan, ada apa dengan Indonesia kok bisa seperti ini?"
Dia menyatakan bahwa sejak awal tahun, negara lain telah mempertanyakan sikap Indonesia terhadap Palestina.
Dia menyimpulkan, "Saya menyaksikan Presiden Jokowi sampai harus menunjukkan bahwa Indonesia masih bersama Palestina dengan mengirim bantuan kemanusiaan berkali-kali. Jadi kita terus menunjukkan sikap bahwa kita masih bersama Palestina."